FOPK seKota Bukittinggi Gelar Audiensi Tolak RUU Kesehatan
Bukittinggi, - Forum Organisasi Profesi Kesehatan (FOPK) se kota Bukittinggi gelar audiensi bersama DPRD kota Bukittinggi, terkait penolakan RUU Kesehatan (Omnibus Law).Jumat (12/5/2023) siang.
Bertempat di gedung DPRD kota Bukittinggi, beberapa organisasi profesi disambut oleh ketua DPRD Bukittinggi Benny Yusril dan anggota DPRD yang hadir.
Dr Romy Yusardi ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Bukittinggi menyampaikan, ada 12 poin RUU kesehatan yang disepakati untuk di tolak.
Romy menjelaskan sehubungan dengan penetapan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas oleh DPR RI, dimana salah satu Rancangan Undang-Undang (RUU) yang menjadi agenda pembahasan adalah RUU Kesehatan (Omnibus Law), organisasi kesehatan yang telah diakui dan menjalankan fungsi serta peran berdasarkan amanah di beberapa Undang-Undang lex specialis bidang kesehatan (a.I UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No.36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU No.38 tahun 2014 tentang Keperawatan, UU No.4 tahun 2019 tentang Kebidanan).
Maka kami Forum Organisasi Profesi Kesehatan Kota Bukittinggi menyatakan sikap menolak pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law) dengan alasan sebagai berikut:
1. Penyusun RUU (omnibus law) kesehatan cacat prosedur karena dilakukan secara
tertutup, tanpa partisipasi masyarakat sipil dan organisasi profesi.
2. Sentralisme kewenangan menteri kesehatan yaitu kebijakan di tarik pada kementerian
kesehatan tanpa melibatkan masyarakat, organisasi, profesi mencederai semangat
reformasi.
3. Pendidikan kedokteran untuk menciptakan tenaga kesehatan murah bagi industri
kesehatan sejalan dengan masifnya investasi.
4. Syarat kriminalisasi terhadap tenaga kesehatan dengan dimasukan pidana penjara dan
denda yang dinaikan hingga tiga (3) kali lipat.
5. RUU Omnibus Law kesehatan mengacam keselamatan rakyat atas pelayanan kesehatan
yang bermutu dan dilayani oleh tenaga kesehatan yang memiliki etik dan moral yang
tinggi.
6. RUU Omnibus Law kesehatan mempermudah mendatangkan tenaga kesehatan asing
berpotensi mengancam keselamatan pasien.
7. RUU Omnibus Law kesehatan berpihak pada investor dengan mengabaikan hak-hak
tenaga medis dan tenaga kesehatan akan perlindungan hukum dan keselamatan pasien.
8. RUU Omnibus Law kesehatan mengancam ketahanan bangsa serta mengebiri peran
organisasi yang telah hadir untuk rakyat.
9. Pelemahan peran dan independensi konsil kedokteran indonesia dan konsil dan tenaga
kesehatan indonesia dengan berada dan bertanggung jawab kepada menteri (bukan
kepada presiden lagi).
10. Kekurangan tenaga kesehatan, dan permasalahan maldistribusi adalah kegagalan
pemerintah bukan kesalahan organisasi profesi.
11. RUU Omnibus Law kesehatan hanya mempermudah masuknya tenaga kesehatan asing
tanpa kompetensi keahlian dan kualifikasi yang jelas.
12. RUU Omnibus Law kesehatan mengabaikan hak masyarakat atas fasilitas pelayanan
kesehatan yang layak, bermutu dan manusiawi.
Sementara anggota DPRD Asril SE mengatakan, saat ini pada intinya adalah sosialisasi yang belum sampai ke bawah. Tentu ada dasar-dasar baik dari pemerintah maupun teman-teman FOPK dalam menyusun rancangan undang-undang yang baru ini.
"Mudah-mudahan keberatan yang terjadi sekarang ada kejelasan kejelasan nantinya, " harapan Asril.
Ketua DPRD Benny Yusrial mengapresiasi diskusi tersebut, dari poin-poin yang disampaikan, itu akan di ajukan ke jenjang yang lebih tinggi, adapun ke DPRD provinsi lalu ke DPR RI.
"Mudah-mudahan aspirasi ini bisa jadi pertimbangan di tingkat pusat, " ucap Beny Yusrial.
Audiensi juga dihadiri anggota dari FOPK se Bukittinggi, insan Pers beserta kepolisian polresta Bukittinggi.(*).